DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
............................................................................................................................
1
PANCASILA DALAM
KONTEKS KETATANEGARAAN ................................................ 2
1. Sistem Ketaatan
Dalam UUD 1945
......................................................................... 2
2. Bagaimana Bentuk Realisasi HAM berdasarkan Pancasila .................................... 4
PANCASILA SEBAGAI
PARADIGMA BERBANGSA DAN BERNEGARA ....…........... 9
1. Pengertian Paradigma ..............................................................................................
9
2. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan .........................................................
10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................………......................... 12
1.
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN
1.
Sistem Ketaatan dalam UUD’45
Berdasarkan undang – undang dasar 1945 sistem pemerintahan
Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.
2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi
berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara
pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan
Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam
membentuk undang – undang dan untuk menetapkan anggaran dan belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu
presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri Negara.Menteri Negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak
terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh – sungguh usaha DPR.
Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut
undang–undang dasar 1 sampai dengan pasal 16.pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat
(1) dan ayat (5), serta pasal 24 adalah:
1. Kekuasaan menjalan perundang –
undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Kekuasaan memberikan pertimbangan
kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif yang dilakukan oleh
DPA.
3. Kekuasaan membentuk perundang –
undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh DPR.
4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan
keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan inspektif yang
dilakukan oleh BPK.
5. Kekuasaan mempertahankan perundang –
undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang dilakukan oleh MA.
Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang
kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau antara
Lembaga – lembaga Tinggi Negara ialah sebagai berikut:
1.
Lembaga tertinggi Negara adalah majelis permusyawaratan
rakyat. MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Negara dengan pelaksana
kedaulatan rakyat memilih dan mengangkat presiden atau mandataris dan wakil
presiden untuk melaksanakan garis – garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan
putusan – putusan MPR lainnya.MPR dapat pula diberhentikan presiden sebelum
masa jabatan berakhir atas permintaan sendiri, berhalangan tetap sesuai dengan
pasal 8 UUD 1945, atau sungguh – sungguh melanggar haluan Negara yang
ditetapkan oleh MPR.
2.
Lembaga – lembaga tinggi Negara sesuai dengan urutan yang
terdapat dalam UUD 1945 ialah presiden (pasal 4 – 15), DPA (pasal 16), DPR
(pasal 19-22), BPK (pasal 23), dan MA (pasal 24).
a.
Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan
tertinggi dibawah MPR. Dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh seorang
wakil presiden. Presiden atas nama pemerintah (eksekutif) bersama – sama dengan
DPR membentuk UU termasuk menetapkan APBN. Dengan persetujuan DPR, presiden
dapat menyatakan perang.
b.
Dewan pertimbangan Agung (DPA) adalah sebuah bahan penasehat
pemerintah yang berkewajiban memberi jawaban atas pertanyaan presien. Selain
itu DPA berhak mengajukan pertimbangan kepada presiden.
c.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative
yang dipilih oleh masyarakat berkewajiban selain bersama – sama dengan presiden
membuat UU juga wajib mengawasi tindakkan – tindakan presiden dalam pelaksanaan
haluan Negara.
d.
Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah.BPK memriksa semua pelaksanaan APBN.Hasil
pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.
e.
Mehkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh lainnya. MA dapat mempertimbangkan dalam bidang hukum,
baik diminta maupun tidak diminta kepada kepada lembaga – lembaga tinggi
Negara.
2.
Bagaimana Bentuk Realisasi HAM berdasarkan
Pancasila?
Di era globalisasi ini hak asasi
manusia mendapat sorotan tajam dari dunia internasional. Indonesia menjadi satu
diantara Negara-negara yang sering menjadi target aktivis HAM dunia akibat
adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat asasi. Lalu bagaimana dasar Negara
Pancasila menjamin hak asasi manusia di tanah air?
Manusia adalah mahluk Tuhan yang
merupakan mahluk pribadi dan sekaligus mahluk sosial. Artinya manusia yang
merupakan pribadi harus hidup bersama –sama dengan sesama manusia. Tidak
mungkin manusia hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan manusia
lainnya.
Manusia adalah pribadi artinya
manusia adalah subyek yang berdiri sendiri, yang mampu mengerti dan menentukan
sikap terhadap diri sendiri dan terhadap obyek di sekitarnya, dan di alam
semesta.Manusia sebagai mahluk pribadi dan sosial mengembangkan jasmani dan
rohaninya dengan melakukan perbuatan dalam kehidupan bersama sesama manusia.
Untuk dapat hidup dan menjaga
kelangsungan hidupnya manusia oleh sang Pencipta dilengkapi dengan
kemampuan-kemampuan cipta, rasa dan karsa dan hak-hakserta kewajiban-kewajiban
asasi.Hak-hak asasi manusia secara universal juga mendapat tempat dalam dasar
Negara RI. Bentuk konkret realisasi hak asasi manusia dalam konsep hidup
berdasarkan Pancasila, yakni :
a. Hak asasi manusia bersumber langsung
pada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena manusia mendapat bebas untuk beribadah
menurut agama dan keyakinan masing-masing dan dilindungi negara.
b. Tuhan menciptakan manusia yang
dibekali dengan kemampuan dan hak asasi serta kewajiban-kewajiban asasi untuk
dapat hidup dan menjaga kelangsungan hidupnya serta mencapai tujuan hidupnya
secara beradab.
c. Tuhan menghendaki manusia hidup
dalam kebersamaan, Tidak mungkin manusia hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain. Oleh karena itu manusia harus mampu bersatu dan menjaga hubungan harmonisasi
dengan sesamanya.
d. Hak berpendapat dan menyampaikan
keinginan setiap insan dikelola secara perwakilan dan setiap keputusan adalah
hasil dari musyawarah untuk mufakat.
e. Manusia berhak mendapat keadilan
yang sama tanpa pandang bulu, untuk mendapat kesejahteraan dan kemakmuran
hidup. Oleh sebab itu hak asasi manusia wajib diletakkan dalam
kerangka kebersamaan hidup.Inilah konsep berdasarkan Pancasila.
Dalam Orde Reformasi ini, sikap dan tekad Orde Baru
perlu ditinjau kembali agar dapat dilakukan reformasi konstitusi.Sepanjang mengenai Pancasila
sebagai dasar negara tidak ada persoalan karena sejak proklamasi hingga kini
terus dicantumkan dalam Pembukaan UUD, baik UUD 1945, UUD RIS 1949 maupun UUDS
1950, meskipun peristilahan ataupun rumusannya agak berbeda.Mengganti UUD 1945
bukan berarti semua bagiannya harus dibuang.Bagian Pembukaan dapat saja
dipertahankan. Mengenai pendapat agar UUD 1945 dipertahankan keasliannya dengan
menambahkan amandemen-amandemen, seperti UUD Amerika Serikat, perlu disadari
bahwa kita tidak mempunyai naskah asli UUD 1945. Era reformasi sekarang ini
merupakan momentum yang baik untuk melakukan pembaharuan Undang-Undang Dasar,
yaitu mengganti UUD 1945 dengan UUD baru yang memenuhi tuntutan zaman.
MPR/DPR
|
Berbicara tentang reformasi hukum,
yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dengan sendirinya
kita mengacu kepada Undang-Undang Dasar. Seperti dikatakan oleh Assaat, mantan
pejabat presiden dari negara bagian Republik Indonesia:
“Undang-Undang Dasar dari suatu
negara adalah dasar dari segala hukum yang berlaku dalam negara itu.Semua
peraturan yang berlaku buat umum harus berdasarkan pasal-pasal Undang-Undang
Dasar, secara langsung atau bertingkat.Sesuatu peraturan yang bertentangan
dengan undang-undang dasar tidaklah syah adanya”.
Beliau
mengatakan lebih lanjut :
“Undang-Undang
Dasar adalah induk dari segala peraturan.Oleh sebab itu Undang-Undang Dasar
ditetapkan oleh kekuasaan yang tertinggi dalam negara.Dalam negara yang
demokratis Undang-Undang Dasar itu ditetapkan oleh rakyat dengan perantaraan
badan perwakilannya. Dalam negara kita ini oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat,
yakni menurut pasal 3 Undang-Undang Dasar Proklamasi.
Ide perubahan terhadap UUD 1945 selalu melahirkan
kutub-kutub perbedaan antara yang pro dan yang kontra.Mungkinkah merubah UUD
1945.Pasal 37 UUD 1945 menegaskan bahwa wewenang untuk merubahnya ada di tangan
MPR. Namun demikian bagaimana cara atau sistem merubahnya. Pasal 37 UUD 1945
hanya memberi peluang untuk mengubah bukan menganti UUD 1945. Karena itu dari
sudut pandang Hukum Tata Negara, reformasi UUD 1945 dapat ditempuh dengan cara
pembuatan amandemen-amandemen bukan dengan cara mengganti UUD 1945.
Setelah lebih tiga dasawarsa (1966-1998) rejim Orde
Baru berkuasa di panggung politik ketatanegaraan Indonesia, pada akhirnya
sejarah mencatat yang sama seperti yang dialami Orde lama pada tahun 1966, Orde
Baru pada penghujung Mei 1998 runtuh ditandai dengan mundurnya Soeharto dari
jabatan kepresidenan. Mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan merupakan
prasyarat utama sebuah reformasi.
Semangat reformasi telah menjadi perjuangan dalam
rangka membangun kembali kehidupan yang lebih adil, berdaulat, konstitusional,
demokrasi dan berdasarkan hukum yang telah dirampas dalam rentang waktu yang
cukup panjang.
Gema reformasi telah menggetarkan hampir semua
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.MPR dan DPR, MA dan DPA didesak
untuk direformasi.
Lembaga pemerintah dituntut untuk melakukan gerakan
reformasi secepatnya.Bahkan gerakan reformasi mulai menyentuh aspek fundamental
kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni sumber utama hukum tata negara
Indonesia UUD 1945.
Karena itu hemat penulis sebelum kita membahas
reformasi Hukum Tata Negara perlu terlebih dahulu kita meningkatkan pemahaman
kita pada dasar-dasar sistem ketatanegaraan yang telah kita anut yakni
Pancasila dan UUD 1945.
a.
UUD 1945 dan Dinamika
Masyarakat
UUD 1945 seperti kita ketahui bersama,
dirancang dan dirumuskan oleh tokoh-tokoh bangsa pendiri negara yang terwadahi
dalam BPUPKI dan PPKI. Sekitar bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus 1945
tokoh-tokoh bangsa itu sebagai anggota BPUPKI dan PPKI dalam suasana yang
diliputi beberapa perbedaan pandangan mendasar diantara mereka, akhirnya
memperoleh kesepakatan yang merupakan konsensus nasional pertama bangsa
Indonesia yaitu ditetapkannya dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
Konsensus nasional tersebut merupakan
hasil puncak yang gemilang sebagai perjanjian yang luhur bangsa Indonesia pada
waktu mendirikan negara Indonesia.
Apabila kita mengkaji persidangan BPUPKI
dan PPKI maka dapat kita ketahui, para perancang UUD 1945 tersebut dengan
sengaja menyusun UUD 1945 secara “singkat” dan “soepel”, agar UUD itu menjadi
acuan yang mantap dalam masyarakat yang tumbuh dinamis. Artinya agar UUD 1945
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.
Dengan demikian UUD 1945 sebagai
landasan ketatanegaraan kita diharapkan dapat menyongsong kehidupan bangsa dan
negara Indonesia pada masa mendatang. Dalam kaitan itu ada baiknya penulis
mengutip Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:
“maka
telah cukup jika Undang-undang dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya
memuat Garis-garis Besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat,... sedang
aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada
undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut”.
Kalimat tersebut di atas perlu kita
kaitkan dengan alinea yang menyusulnya, yang berfungsi sebagai berikut: “yang
sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat,
semangat penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan...”.
Demikian ketentuan yang ditegaskan dalam
penjelasan UUD 1945 tentang sangat dimungkinkannya UUD 1945 mengikuti
perkembangan zaman.Para pendiri negara kita membedakan antara hukum dasar
tertulis yang hanya memuat aturan-aturan pokok dengan undang-undang yang memuat
aturan penyelenggaraan.Para pendiri negara juga menekankan pentingnya etika
politik dan etika moral penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan,
sebagai unsur dinamis yang bergandengan dengan hukum dasar tertulis itu
sendiri. Karenanya apa yang harus dipertahankan adalah nilai-nilai dasarnya
(hukum dasar), sedangkan implementasinya, yakni nilai instrumental (dalam
bentuk undang-undang) harus dinamis, artinya dapat selalu berubah sesuai dengan
dinamika masyarakat, dengan kondisi yang ada, misalnya dalam suasana tuntutan
reformasi sekarang kita dapat merubah seperangkat undang-undang yang
menyelenggarakan ketentuan UUD 1945, seperti undang-undang pemilu,
undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, Undang-undang Sistem
Kepartaian, Undang-undang Pemerintahan di Daerah, Undang-undang Keormasan,
Undang-undang Pokok Kepegawaian, dan sebagainya.
Itulah sebenarnya strategi kita ke depan
dalam rangka pemahaman kita lebih lanjut tentang UUD 1945 yang bersifat
“singkat” dan “soepel” yang dapat menjadi acuan yang mantap dalam masyarakat
Indonesia yang tumbuh dinamis.
Dari apa yang dijelaskan di atas,
dimaksudkan agar kita memahami nilai dasar dari UUD 1945 tetap kita
pertahankan, namunpenjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis
dengan berbagai undang-undang sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat, terlebih-lebih di era reformasi ini.
b.
Materi Muatan UUD 1945
Sebagian telah dikemukakan di atas,
konstitusi kita UUD 1945 merupakan hasil pemikiran prima para pendiri negara
yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI.Dalam wadah BPUPKI dan PPKI tersebut, para
pemimpin kita mengemukakan pikiran dan pendapatnya sebagai pejuang dan pemimpin
rakyat yang belum diwarnai oleh pemikiran-pemikiran politik praktis, sehingga
mereka dapat berbicara dalam kapasitas sebagai negarawan. Dalam suasana persidangan
yang sangat terbuka dan toleran itu para negarawan tersebut mengutarakan
wawasannya mengenai negara yang akan dibentuk dan undang-undang dasar yang akan
dirumus.
Apabila kita mau membaca dan mendalami
risalah sidang BPUPKI serta PPKI antara bulan Mei sampai Agustus 1945, maka
dalam kalimat pidato para pendiri negara tersebut, kita bisa merasakan getaran
kecintaan yang amat dalam dan tanggungjawab yang amat besar terhadap bangsa
dan negara yang akan didirikan itu.
Karena itu pulalah negarawan-negarawan
tersebut bersikap bijaksana untuk tidak mengatur sampai detail apa yang harus
dilakukan oleh generasi penerus bangsa di masa depan. Secara sadar para
pendiri negara membuat dan merumuskan konstitusi negara UUD 1945 pada
“aturan-aturan pokok”.
Kendatipun UUD 1945 membatasi diri pada
“aturan-aturan pokok”, tidak berarti UUD 1945 tidak mengatur hal-hal prinsipal
sebagaimana layaknya konstitusi modern dewasa ini.
Para pendiri negara kita telah berfikir
luas, sehingga saat itu Muhammad Hatta menyatakan bahwa Undang-undang Dasar
yang sedang disusun itu adalah Undang-undang Dasar yang modern.
Sampai sekarangpun dan juga yang akan
datang kalau kita ingin jujur kita bisa menyatakan bahwa UUD 1945 itu modern,
karena memberi peluang untuk dinamika di samping berisi tentang muatan materi
yang antara lain menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Menurut Sri Sumantri, dengan mengutip
JG. Steenbeek Undang-undang Dasar Modern, berisi tiga pokok materi muatan 4
yaitu: pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia. Kedua,
ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang fundamental.Ketiga,
adanya pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dengan demikian apa yang diatur dalam
setiap Undang-undang dasar merupakan penjabaran ketiga materi muatan pokok
tersebut.
Dewasa ini di era reformasi salah satu
tuntutan adalah masalah yang mengenai pembatasan kekuasaan, dan ujung-ujungnya
menyangkut UUD 1945, seakan-akan UUD 1945 tidak mengatur materi pembatasan
kekuasaan, karena itu UUD 1945 perlu direformasi.
Karena itu untuk membuktikan bahwa UUD
1945 mengatur tentang ketiga materi muatan tersebut perlu dikemukakan
pasal-pasal dan ketentuan-ketentuan yang terkait dengannya.
c.
Adanya Jaminan HAM
UUD 1945 bila dikaji baik pembukaan,
Batang tubuh, dan penjelasan akan disarikan setidaknya 15 prinsip hak asasi
manusia, yaitu (1) hak menentukan nasib sendiri (alenia 1 Pembukaan); (2) Hak
akan warga negara (pasal 26); (3) hak akan kesamaan dan persamaan di depan
hukum (pasal 27 ayat 1); (4) hak untuk bekerja (pasal 27 ayat 2); (5) hak akan
hidup layak (pasal 27 ayat 2); (6) hak berserikat (pasal 28); (7) hak menyatakan
pendapat (pasal 28); (8) hak beragama (pasal 29); (9) hak untuk membela negara
(pasal 30); (10) hak untuk pendiri (pasal 31); (11) hak akan kesejahteraan
sosial (pasal 33); (12) hak akan jaminan sosial (pasal 34); (13) hak akan
kebebasan dan kemandirian peradilan (penjelasan pasal 24 dan 25); (14) hak
mempertahankan tradisi budaya (penjelasan pasal 32); (15) hak mem-pertahankan
bahasa daerah (penjelasan pasal 31).
Dari ketentuan-ketentuan tersebut, kita
tidak perlu buru-buru menafsirkan bahwa UUD 1945 itu kurang menghargai hak-hak
asasi manusia, lantas karenanya perlu direformasi.Persoalan kita pada saat ini
adalah pada tataran operasional, yaitu sejauh mana hukum positif Indonesia
dilaksanakan untuk melindungi hak-hak asasi manusia.dewasa ini dalam banyak
produk perundangan, hal ini bisa kita temui, baik produk perundangan yang
menyangkut hak-hak sipil maupun hak-hak politik.
Tuntutan reformasi sebenarnya lebih
mangacu pada tataran operasional, yakni perbaikan kondisi hak-hak sipil dan
politik yang diakui dalam UUD 1945 yakni meliputi sebagai berikut yaitu: 1).
Hak-hak Sipil meliputi: hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penangkapan dan
penahanan sewenang-wenang, hak untuk bebas dari penyiksaan dan penganiayaan,
hak atas bantuan hukum, hak atas peradilan yang fair dan tidak memihak. 2).
Hak-hak Politik meliputi: hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan
berkumpul, hak atas kebebasan berserikat, hak untuk diperlakukan sama di depan
hukum dan pemerintah, hak untuk turut serta dalam a free election.
Dalam konsep UUD 1945 hak-hak sipil dan
hak-hak politik tidak dapat dipisahkan.Tanpa adanya penghormatan terhadap
hak-hak sipil mustahil rakyat dapat hak-hak politiknya.
Perbaikan kondisi hak-hak sipil dan
politik harus menjadi agenda utama reformasi.tegasnya reformasi tentang hak-hak
sipil dan politik ini adalah lewat seperangkat Undang-undang bukan dengan jalan
mereformasi nilai dasarnya yakni kerangka UUD 1945. Karena itu dalam praktek
ketatanegaraan dibutuhkan political will yang sungguh-sungguh dari
pemerintah dan penyelenggaraan negara untuk menghargai dan menghormati hak
asasi manusia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.
d.
Susunan Ketatanegaraan
yang Fundamental
Susunan atau struktur ketatanegaraan
dalam UUD 1945 meliputi supra struktur politik maupun infra struktur politik.
Mengenai supra struktur politik di samping diatur dalam beberapa pasal UUD 1945
juga ditemukan dalam penjelasan UUD 1945, yakni tentang sistem pemerintahan
negara yang terdiri dari tujuh kunci pokok, secara berturut-turut; (1) negara
hukum; (2) negara konstitusional; (3) kekuasaan tertinggi adalah di tangan
rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR; (4) Presiden adalah penyelenggara
pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR; (5) Presiden tidak
bertanggungjawab terhadap DPR; (6) Menteri-menteri adalah pembantu Presiden;
dan (7) Kekuasaan Presiden tidak terbatas. Dengan demikian dari tujuh kunci
pokok tersebut, empat diantaranya berkenaan dengan Presiden, satu DPR dan satu
tentang MPR.Ketiga supra struktur politik itulah pada hakikatnya inti dari
sistem pemerintahan menurut UUD 1945.Karena itu pula peran dari MPR, DPR dan
Presiden sebagai supra struktur politik dalam sistem UUD 1945 sangat menentukan
dalam rangka mencapai tujuan negara.
Apabila salah satu di antaranya berperan
tidak semestinya maka mesin pemerintahan negara akan pincang sebagaimana kita
saksikan selama tiga dasa warsa ini.
Kepincangan ini dapat kita lihat betapa
dominannya Presiden di satu pihak dan lemahnya DPR dan MPR di pihak lain. Maka
adalah logis apabila tuntutan tentang revitalisasi DPR, MPR begitu bergema di
era reformasi sekarang ini. Tuntutan reformasi itu antara lain merubah
undang-undang ten-tang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD, merubah
undang-undang Pemilu dsb.
Sedangkan infra struktur politik satu
negara pada umumnya terdiri dari lima komponen politik, yaitu partai politik,
golongan kepentingan, golongan penekan (presure group). Alat komunikasi
politik dan tokoh politik (political figure).Tentang infra struktur
politik ini diatur dalam pasal 28 UUD 1945.Banyak persoalan pokok menyangkut
persepsi dan pemahaman tentang berbagai segi kehidupan kenegaraan mengenai
infra struktur politik di masa lalu antara lain, masalah kebebasan berbicara
dan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, hak berserikat, masalah demokrasi
dan demokratisi, peranan partai politik, ABRI dan lain sebagainya.
Karena itu era reformasi ini banyak konsep
perlu ditinjau kembali dikaji ulang dan direformasi karena memang keliru dan
tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat, seperti UU
tentang sistem kepartaian, undang-undang keormasan, undang-undang pokok pers
dan lain-lain sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 28 UUD 1945.
e.
Pembatasan Kekuasaan
Pendiri negara Republik Indonesia cukup
menyadari untuk apa undang-undang dasar ditetapkan. Tidaklah berlebihan apabila
kita mengatakan bahwa UUD 1945 dengan sengaja ditetapkan untuk membatasi
kekuasaan yang terdapat dalam negara, dan juga sebagai konsekuensi adanya
negara.
Secara teoritis pembatasan kekuasaan itu
melingkupi antara lain: (1) Periodisasi kekuasaan; (2) Pengawasan kekuasaan;
(3) pertanggungjawaban kekuasaan.
Apabila kita berbicara soal pembatasan
periodisasi kekuasaan maka kita akan memperoleh isyarat adanya mekanisme lima
tahunan kekuasaan dalam UUD 1945.
Siklus atau mekanisme kekuasaan lima
tahunan ini dalam praktek ketatanegaraan menurut UUD 1945 dapat diuraikan
sebagai berikut: 1). Rakyat mengadakan pemilihan umum membentuk MPR/ DPR setiap
limatahun sekali; 2). MPR menetapkan GBHN sebagai pedoman operasional kegiatan
kenegaraan untuk jangka waktu lima tahun; 3). MPR memilih Presiden dan Wakil
Presiden untuk periode waktu lima tahun (pasal 7); 4). DPR mengawasi
jalan pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden dalam jangka waktu lima tahun
(Penjelasan UUD 1945); 5). Presiden memberikan pertanggungjawaban akhir
masa jabatan lima tahunan pada MPR; 6). Rakyat kembali mengadakan
pemilihan umum untuk membentuk MPR (rangkaian kegiatan berulang kembali sebagai
realisasi proses pereodesasi ke-kuasaan lima tahun).
Dari siklus di atas, ternyata dalam UUD
1945 supra struktur politik Indonesia intinya adalah pada tiga lembaga negara
yaitu MPR, DPR dan Presiden. Namun demikian kekuasaan Presiden atau kekuasaan
eksekutif sangat menonjol dalam UUD 1945,6 seperti: presiden tidak
bertanggungjawab kepada DPR; Presiden ialah penyelenggara pemerintahan
tertinggi di bawah MPR; presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan
persetujuan DPR; presiden memegang kekuasaan atas angkatan darat, laut dan
udara (kekuasaan militer); presiden memegang kekuasaan diplomatik; presiden
menyatakan keadaan bahaya, dan lain sebagainya.
Dengan demikian konsentrasi kekuasaan
menurut UUD 1945 memang ditangani Presiden.Namun demikian apakah ruang lingkup
kekuasaan Presiden tidak terdapat pembatasan, sangat dominannya kekuasaan
Presiden sehingga terkesan diktator merupakan salah satu alasan mengapa UUD
1945 perlu direformasi.Kekuasaan Presiden sangat besar dan luas memang harus
diakui, tetapi itu bukan berarti kekuasaan tersebut tidak terbatas.Pembuktian
adanya tentang pembatasan kekuasaan Presiden dapat kita lihat pada Penjelasan
UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara Angka VII yang menyatakan
“kekuasaan Kepala Negara tak terbatas”.
Sekalipun Presiden menurut UUD 1945
(sistem Pemerintahan Negara Angka Romawi V) tidak bertanggungjawab kepada DPR,
akan tetapi ia sebagai Mandataris MPR adalah tunduk dan bertanggungjawab kepada
MPR. Di samping itu pula fungsi pengawasan dari DPR terhadap Presiden, inipun
membatasi kekuasaan Presiden. Di dalam pengawasannya jika Dewan menganggap
bahwa Presiden sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara yang telah ditetapkan
oleh UUD 1945 atau oleh MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan
istimewa agar supaya bisa minta pertanggungjawaban kepada Presiden.
Dengan argumentasi konstitusional
tersebut di atas, maka sebenarnya UUD 1945 telah mengatur materi muatan
mengenai pembatasan kekuasaan. Dewasa ini ternyata masalah pembatasan kekuasaan
telah menjadi isu perlunya reformasi UUD 1945.
1.
Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam
filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah
tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang
berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”, paradigma adalah suatu
asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga
merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para
ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigm sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa
yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam
menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut.
1.
Pancasila Sebagai Pembangunan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani (jiwa) manusia.Atas
dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan
alam yang diciptakan Tuhan YME.
Tujuan dari IPTEK ialah untuk
mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, maka
IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai – nilai.Pancasila
telah memberikan dasar nilai – nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan
moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam
Pembangunan nasional dirinci
diberbagai bidang antara lain politok, ekonomi, social budaya, pertahanan dan
keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN. Pembangunan yang sifatnya
humanitis dan pragmatis harus mendasarkan pada hakekat manusia sebagai
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan, sebagai pengembangan Poleksosbudhankam,
maka pembangunan pada hakekatnya membangun manusia secara utuh, secara lengkap,
meliputi seluruh unsure hakekat manusia yang monopluralis.
3.
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik
Manusia Indonesia selaku warga
negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek
politik.Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus
dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan
tertinggi pada rakyat.Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat.Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah
sistem politik demokrasi bukan otoriter.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
politik, artinya bahwa nilai-nilai pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia
diimplementasikan sebagai berikut :
· Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya agama dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
· Mendahulukan kepentingan rakyat/demokrasi dalam pengambilan keputusan.
· Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan bangsa.
· Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.
· Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber pada nilai-nilai ketuhanan YME.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ekonomi
Diartikan sebagai pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, tetapi demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa, didasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Menurut Mubyarto, pengembangan ekonomi tidak bias dipisahkan dengan nilai-nilai moral kemanusiaan, ekonomoi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistic dengan mendasar pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.
Tujuan ekonomi untuk memmenuhi kebutuhan manusia agar lebih sejahtera, maka ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, dari monopoli, ekonomi harus menghindari yang menimbulkan penderitaan manusia dan yang menimbulkan penindasan manusia satu dengan yang lain.
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Sosial Budaya
Mengandung pengertian bahwa pancasila adalah etos budaya persatuan dalam masyarakat majemuk.Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 45 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi perioritas, karena kebudayaan nasional diperlukan sebagai landasan atau media sosial yang memperkuat persatuan.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam dari seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa.Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kecemburuan, kesenjangan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
6. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Hankam
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
8. Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum dan Pengembanggan HAM
Produk hukum baik materi maupun penegakkannya semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan cita-cita hukum, kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan dan perubahan hukum positif di Indonesia, sehi Indonesia, sehinggga fungsi pancasila sebagai paradigma hukum atau berbagai pembaharuan hukum di Indonesia.
Produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan zaman, perkembangan iptek dan perkembangan aspirasi rakyat, namun sumber nilai (nilai – nilai Pancasila) harus tetap tidak beru harus tetap tidak berubah.
Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum merupakan sumber norma dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik menyangkut aspirasinya, kemajuan peradabannya maupun kemajuan ipteknya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, didalam konsideransinya yang dimaksud HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Lebih lanjut UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia, maka semua bentuk pelanggaran HAM yang dapat diilakukan oleh perorangan, kelompok yang termasuk penguasa Negara dan aparat Negara baik yang disengaja maupun tidak sengaja harus dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar