Selasa, 29 September 2015

TANGGUNG JAWAB DAN FUNGSI MANUSIA SEBAGAI KHALIFA

Edit Posted by with No comments



TANGGUNG JAWAB DAN FUNGSI MANUSIA SEBAGAI KHALIFA


Fungsi Khalifah
Pada  dasarnya,  akhlak  yang  diajarkan   Alquran   terhadap lingkungan bersumber dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan  menuntut  adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan  mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam  pandangan  akhlak Islam,  seseorang  tidak  dibenarkan mengambil  buah  sebelum  matang,  atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini  berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua  proses yang sedang  terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga  ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan,  dan benda-benda  tak  bernyawa  semuanya diciptakan  oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan bahwa :
Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan  burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan  umat-umat (juga)  seperti manusia...”  (QS. Al-An’am  [6] : 38)
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran  bahwa  apapun  yang  berada  di  dalam  genggaman tangannya,   tidak lain   kecuali    amanat    yang    harus dipertanggungjawabkan. “Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin yang berhembus di udara,  dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawabannya, manusia menyangkut pemeliharaan  dan pemanfaatannya”, demikian   kandungan  penjelasan  Nabi  Saw.

Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja. Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga instansi, yaitu :
1.      Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2.      Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3.      Pertanggung jawaban pada Allah.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah
Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah, yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba (budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .
الْقَيِّمَةِ دِينُ وَذَلِكَ الزَّكَاةَ تُوا وَيُؤْ الصَّلاةَ وَيُقِيمُوا حُنَفَاءَ الدِّينَ لَهُ مُخْلِصِي اللَّهَ لِيَعْبُدُوا إِلا أُمِرُوا وَمَا
Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." – (QS.98:5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga . tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).



4. POTENSI-POTENSI YANG DIMILIKI MANUSIA

I. PENDAHULUAN
Pada awalnya manusia itu diciptakan terdiri dari dua subtansi, yaitu tubuh dan ruh. Ketika keduanya bertemu terbebntuklah subtansi yang namanya jiwa dimana jwa ini memiliki potensi buruk ataupun baik. Ruh digambarkan sebagai subtannsi yang berasal dari Allah yang memiliki sifat-sifat Allah. Tubuh adalah subtansi yang sekalipun suci akan tetapi rentan terhadap pengaruh- pengaruh eksternal.
Jiwa itu terkadang berubah-rubah fungsi dan keadaanya, maka memerlukan beberapa istilah untuk menandai perubahan tersebut. Ketika jiwa mengorientasikan pandangan ketempat asalnya dunia ruhaniah maka disebut ruh. Ketika jiwa melakukan pemikiran yang rasional maka disebut aql. Ketika memperoleh pencerahan dari Allah pada saat terjadi disingkapnya hijab, maka disebut hati. 
Manusia memiliki banyak sekali potensi yang ada didalam dirinya. Potensi-potensi tersebut haruslah dikembangkan agar manusia mencapai derajat yang mulia disisi Allah. Dengan mengembangkan potensi-potensi tersebut manusia dapat mengelola bumi ini secara bijaksana untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Adapun potensi-potensi tersebut adalah potensi nur, potensi ruh, potensi qalb, potensi aql, potensi inderawi.

II. RUMUSAN MASALAH
Potensi-potensi apa saja yang dimiliki manusia dan bagaimana cara melatih potensi-potensi tersebut.
Menurut Fuad Nashori (2003: 89) manusia memiliki beragam potensi diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Potensi Berfikir
Manusia memiliki potensi berfikir.Seringkali Alloh menyuruh manusia untuk berfikir.Maka berfikir. Logikanya orang hanya disuruh berfikir karena ia memiliki potensi berfikir. Maka, dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk belajar informasi-informasi baru, menghubungkan berbagai informasi, serta menghasilkan pemikiran baru.

2)      Potensi Emosi
Potensi yang lain adalah potensi dalam bidang afeksi/emosi. Setiap manusia memilki potensi cita rasa, yang dengannya manusia dapat memahami orang lain, memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai, memperhatikan dan diperhatikan, menghargai dan dihargai, cenderung kepada keindahan.
3)      Potensi Fisik
Adakalanya manusia memilki potensi yang luar biasa untuk membuat gerakan fisik yang efektif dan efisien serta memiliki kekuatan fisik yang tangguh.Orang yang berbakat dalam bidang fisik mampu mempelajari olah raga dengan cepat dan selalu menunjukkan permainan yang baik.
4)      Potensi Sosial
Pemilik potensi sosial yang besar memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain didasari kemampuan belajarnya, baik dalam dataran pengetahuan maupun ketrampilan.

 KESIMPULAN
Manusia memiliki beberapa potensi yang ada pada dirinya yang itu harus dikembangkan seoptimal mungkin karena pengembangan potensi-potensi tersebut merupakan wujud atas rasa syukur manusia kepada Allah. Diantaranya ada potensi nur, potensi ruh, potensi qalb, potensi aql, potensi inderawi. Potensi nur adalah potensi Illahiyah (God spoot) yang diberikan oleh Allah kepada manusia dengan ikhtiar, Manusia bisa mendapatkan nur Illahiyah dengan cara meningkatkan kecerdasan spiritual. Potensi qalb adalah potensi yang ada didalam manusia yang memiliki sitem kognisi yang berdaya emosi dan berpotensi kea rah baik atau buruk, Qalb dapat dikembangkan potensinya dengan cara selalu berbuat ke rah yang positif. Potensi aql adalah potensi yang ada didalam diri manusia (otak) yang memiliki kemampuan untuk memperoleh pengetahuan secara nalar, Penggunaan aql untuk berpikir akan mengantarkan individu dan masyarakat menjadi pribadi dan masyarakat yang unggul, dengan berpikir maka manusia itu ada. Potensi inderawi adalah potensi manusia yang berasal dari lima pancainderanya, pengembangan potensi inderawi dapat dilakukan dengan cara bersyukur kepada Allah atas indera yang telah dititipkan kepadanya dengan melakukan hal-hal positif melalui indera tersebut.

Definisi wirausaha mengenai tipe, profil, dan model kewirausahaan

Edit Posted by with No comments


Pengertian/Definisi Wirausaha
Kewirausahaan (Entrepreneurship) adalah satu proses dari menjalankan kegiatan baru kreatif, inovatif dalam memproses sesuatu untuk dirinya dengan member nilai tambah bagi masyarakat. Jadi tidak hanya bertumpu pada faktor ekonomi saja tetapi pertimbangan sosiologis dan politis.
Berbagai Macam Tipe Wirausaha
Dari pengamatan prilaku wirausaha maka dapat dikemukakan tiga tipe wirausaha, yaitu:
1.      Wirausaha yang memiliki inisiatif.
2.      Wirausaha yang mengorganisir mekanisme sosial dan ekonomi untuk menghasilkan sesuatu.
3.      Yang menerima resiko atau kegagalan.

Macam Profil Wirausaha
1.      Womon Entrepreneur
Banyak wanita yang terjun kedalam bidang bisnis. Alasannya mereka menekuni bidang bisnis ini didorong oleh faktor-faktor antara lain ingin memperlihatkan kemampuan prestasinya, membantu ekonomi rumah tangga, frustasi terhadap pekerjaan sebelumnya dan sebagainya.
2.      Pare Time Entrepreneurs
Memulai bisnis dalam mengisi waktu lowong atau part time merupakan pintu gerbang untuk berkembang menjadi usaha besar. Bekerja part time tidak mengorbankan pekerjaan dibidang lain misalnya seorang pegawai pada sebuah kantor mencoba mengembangkan hobi yang menarik. Hobi ini akhirnya mendatangkan keuntungan yang lumayan. Ada kalanya orang ini beralih propesi, dan beralih menjadi pegawai, beralih ke bisnis yang merupakan hobinya.

3.      Home-Based Entrepreneurs
Apa bila ibu-ibu rumah tangga yang memualai kegiatan bisnisnya dari rumah tangga misalnya ibu-ibu yang pandai membuat kue dan aneka masakan, mengirim kue-kue ke toko eceran disekitar tempatnya. Akhirnya usaha makin lama makin maju. Usaha catering banyak dimulai dari rumah tangga yang bisa masak. Kemudian usaha catering ini berkembang melayani pesanan untuk pesta.

Model Kewirausahaan
Model proses perintisan dan pengembangan kewirausahaan ini di gambarkan oleh Bygrave menjadi urutan langkah-langkah berikut ini.
1.      Innovation (Inovasi)
Faktor personal yang mendorng inovasi adalah:
·         Keinginan berprestasi
·         Adanya sifat penasaran
·         Keinginan menanggung resiko
·         Faktor pendidikan
2.      Triggering Event (pemicu)
Beberapa faktor personal yang mendorong pemicu artinya yang memicu atau memaksa seseorang untuk terjun kedunia bisnis adalah :
·         Adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang sekarang
·         Adanya pemutusan hubungan kerja (PHK)
·         Tidak ada pekerjaan lain
·         Dorongan karena faktor usia
3.      Implementasi (pelaksanaan)
Beberapa faktor personal yang mendorong pelaksanaan dari sebuah binis adalah sebagai berikut :
·         Siap mental secara total
·         Adanya manaer pelaksana sebagai tangan kanan, pembantu utama.
·         Adanya komitmen yang tinggi terhadap bisnis
·         Adanya visi, pandangan yang jauh ke depan guna mencapai keberhasilan.

http://ifazblog.blogspot.co.id/2011/02/model-proses-kewirausahaan.html

Kamis, 09 April 2015

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

Edit Posted by with 6 comments


1.    Pancasila Sebagai Paradigma
1)      Pengertian Paradigma
Awalnya paradigma, berkembang dalam ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu filsafat. Paradigma memiliki persamaan kata yakni sudut pandang, tolok ukur, dan kerangka pikiran yang mana di jadikan dasar untuk memecahkan suatu masalah.
Secara luas, paradigma memiliki arti kata, yakni :
A.    Pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
B.     Suatu asumsi – asumsi dasar dan asumsi – asumsi teoretis yang umum, sehingga merupakan suatu sumber hukum – hukum, metode, serta penerapan, dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Paradigma mengandung sudut pandang yang menjelaskan sekaligus menjawab suatu permasalahan dalam ilmu pengetahuan.
2)      Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai paradigma berarti nilai – nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan oleh Negara Indonesia.
Secara filosofis, hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional harus berdasarkan pada hakikat nilai – nilai, sila – sila pancasila.
3)      Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Iptek
IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia (unsur jiwa) yang meliputi aspek asal, rasa, dan kehendak.
Setiap sila pancasila merupakan kesatuan yang sistematis yang dapat mengatur sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
Sila 1 = KETUHANAN YANG MAHA ESA
·       IPTEK tidak hanya memikirkan apa yang di temukan, yang di ciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya.
Sila 2 = KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
·       IPTEK haruslah bersifat BERADAB !
·       IPTEK harus di dasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia, bukan kesombongan, bukan untuk kecongkakkan, dan keserakahan manusia, tapi diabdikan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Sila 3 = PERSATUAN INDONESIA
·       IPTEK diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk bangsa Indonesia.
·       IPTEK diharapkan mengembangkan rasa nasionalisme.
Sila 4 = KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN.
·       IPTEK dikembangkan secara demokratis.
·       Seorang ilmuwan memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK dan harus menghargai dan menghormati kebebasan orang lain, dan memiliki sikap terbuka untuk dikritik dan di kaji ulang.
Sila 5 = KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
·       IPTEK harus menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan, dalam hubungannya dengan sesama, Tuhan, masyarakat, dan bangsa.
4)      Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUDHANKAM
        I.            Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan bidang POLITIK
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada :
ü Dasar ontologis manusia, yang didasarkan pada kenyataan objektif dimana manusia adalah sebagai subjek Negara.
ü Pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum  dan kenegaraan disebut HAM (hak asasi manusia).
ü Pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-individu, makhluk sosial yang menjelma sebagai rakyat.
ü Pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila.
Selain itu, harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia sesuai moral pancasila yang dikembangkan melalui atau berdasarkan moral ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
     II.            Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan bidang EKONOMI
Lazimnya, pengembangan ekonomi mengarahkan pada persaingan bebas. Oleh karena pernyataan di atas, seorang tokoh bernama Mubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yakni ekonomi yang humanistic yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas, secara bangsa. Sehingga sistem ekonomi Indonesia mendasarkan pada kekeluargaan seluruh bangsa.
Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan, yaitu demi kesejahteraan manusia, sehingga harus menjauhkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan pada persaingan bebas, monopoli, etatisme, dan lainnya yang menimbulkan penderitaan, penindasan atas manusia dan sesamanya.
   III.            Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan bidang SOSIAL BUDAYA
Dalam pembangunan dan pengembangan bidang sosial budaya, harus didasarkan pada sistem nilai yang sesuai dengan nilai – nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat.
Pada masa reformasi ini, sosial budaya harus mengangkat nilai – nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar suatu nilai, yaitu nilai pancasila, yang bersifat humanistik, yang berarti nilai – nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk sosial yang berbudaya.
Dalam bidang sosial budaya, kerangka kesadaran pancasila merupakan dorongan untuk universalisasi ( melepaskan simbol – simbol dari keterkaitan struktur ) dan transendentalisasi ( meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual ), yang bertujuan untuk mencapai persatuan dan kesatuan.
   IV.            Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan bidang HAN – KAM
Keamanan merupakan syarat mutlak tercapainya kesejahteraan warga Negara. Pertahanan merupakan syarat demi tegaknya integritas seluruh masyarakat Negara.
Pancasila merupakan dasar Negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis, maka pertahanan dan keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat masyarakat sebagai pendukung pokok Negara.
Pembangunan dan pengembangan pertahanan dan keamanan dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh komponen bangsa ( TNI, PolRI, dan Rakyat ) untuk melakukan kewajiban bela Negara, yang tercantum pada UU no. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
     V.            Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pada saat ini, Indonesia sedang mengalami kemunduran ke arah kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan.
Pancasila memiliki peran untuk mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling menghargai dan menghormati, serta saling mencintai sebagai manusia yang beradab.
Pancasila memberikan dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di Negara Indonesia.
Negara memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk dan menjalankan agamanya sesuai dengan keyaninan dan kepercayaannya masing – masing, yang menunjukkan bahwa dalam Negara Indonesia memberikan kebebasan untuk berkehidupan agama dan menjamin atas demokrasi di bidang agama karena setiap agama memiliki hak – hak dan dasar masing – masing.
5)      Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Di balik berbagai macam kepurukan bangsa indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa indonesia sendiri yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehicupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara indonesia. Jadi, reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa indonesia nilai-nilai pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
1.      Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ketujuh ini bangsa indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia tenggara sehinnga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Selain itu, pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi disegala bidang diantaranya: bidang pembangunan, politik, ekonomi, dan hukum.
i.                    Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna serta pengertian reformasi banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan mengatasnamakan gerakan reformasi,sehingga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri. Secara harafiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1)      Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
2)      Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara indonesia.
3)      Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4)      Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
5)      Refomasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
ii.                  Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Reformasi dalam perspektif pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan baradab, persatuan indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Adapun secara rinci sebagai berikut:
1)      Reformasi yang berketuhanan Yang Maha Esa.
2)      Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab.
3)      Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.
4)      Visi dasar reformasi harus jelas

2.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era refomasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan reformasi tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.
i.                    Pancasila sebagai sumber nilai perubahan hukum
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian yaitu (1) sumber formal hukum adalah sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya undang-undang, permen perda. (2) sumber material hukum adalah suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum. Selain sumber nilai yang terkandung dalam pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkatan harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
ii.                  Pancasila sebagai paradigma reformasi pelaksanaan hukum
Dalam era reformasi pelaksaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif , serta keadilan legal.
3.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam pancasila maka kedaulatan tertinggi negara ada di tangan rakyat. Oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijak dalam reformasi politik.
i.                    Reformasi atas sistem politik
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui reformasi pada undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
·         Susunan keanggotaan MPR
Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik no.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.
·         Susunan keanggotaan DPR
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam undang-undang no.4 pasal 11 yaitu berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR.
·         Susunan keanggotaan DPRD tingkat I
Reformasi atas undang-undang politik yang mengatur susunan keanggotaan DPRD tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik no.4 tahun 1999 yaitu berkaitan dengan tatanan demokrasi pada dasar nilai kedaulatan di tangan rakyat.
·         Susunan keanggotaan DPRD II
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam undang-undang politik no.4 tahun 1999 yaitu berkaitan tentang susunan keanggotaan MPR, DPR, dan DPRD yang benar-benar mencerminkan nilai kerakyatan.
·         Reformasi partai politik
Demi terwujudnya supra struktur politik yang benar-benar demokratis dan spiratif, maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infrastruktur politik, terutama tentang partai politik. Untuk itu perlu dilakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang partai politik. Pada masa orde baru ketentuan tentang partai politik diatur dalam undang-undang politik yaitu UU No.3 tahun 1975, serta UU No.3 tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya. Dalam undang-undang tersebut ditentukan bahwa partai politik dan golongan karya hanya meliputi tiga macam partai yaitu: partai persatuan pembanguna(PPP), Golongan karya (Golkar), dan partai demokrasi indonesia(PDI). Adapun syarat pembentukan partai politik tertuang dalam undang-undang no.2 tahun 1999, pasal 2. Berdasarkan ketentuaan UU tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik, serta diberi kebebasan untuk menentukan asas sebagai ciri serta program masing-masing. Atas ketentuaan UU tersebut, maka bermunculanlah partai politik di era reformasi ini mencapai 114 partai politik. Namun dalam kenyataannya yang memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan umum hanya 48 partai politik. Selain itu pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan untuk mewujudkan pemilihan umum yang benar-benar demokratis, maka penyelenggara pemilu tersebut berdasarkan ketentuan UU no.3 tahun 1999, bab III pasal 8.
ii.                  Reformasi atas kehidupan politik
Pancasila sebagai dasar negara, asas kerohaniaan negara, sebagai sumber nilai dan norma negara, suasana kerohanian dari UUD negara dalam implementasinya diperalat sebagai sarana legitimilasi politik penguasa, untuk mempertahankan kekuasaannya. Oleh karen itu, reformasi kehidupan politik harus benar-benar demokratis dilakukan dengan jalan revitalisasi ideoligi pancasila, yaitu dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya, sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara yang tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu kesatuaan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini, dan kehidupan masa yang akan datang. Jadi, dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai pancasila.
4.      Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi indonesia pada masa orde baru bersifat birokratik otoritan yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya berada ditangan penguasa bekerjasama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut: keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi, serta transformasi struktur, yaitu guna untuk memperkuat ekonomi rakyat. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.